Federasi Pilot Indonesia (FPI) mendesak pemerintah untuk meningkatkan
standar keselamatan penerbangan pada sejumlah bandara di Indonesia. Ketua
Umum FPI, Hasfrinsyah menjelaskan terdapat
beberapa bandara di Indonesia yang masuk dalam kategori critical area.
Bandara yang termasuk ke dalam kategori critical area itu antara lain adalah Bandara Adisucipto Yogyakarta, Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Bandara Supadio Pontianak, dan Bandara Ahmad Yani Semarang.
"Industri transportasi udara kita sedang booming, bandara
juga harus lebih diperhatikan. di beberapa bandara bukan karena cuaca,
tetapi ada training area sehingga lama di udara" ujarnya.
Hasfrinsyah menjelaskan akibat adanya training area pada beberapa bandara, pesawat harus terbang berputar-putar dahulu di udara sebelum dapat mendarat. Ia menilai hal itu sangat mempengaruhi kekhawatiran bagi keselamatan penumpang penerbangan bila pesawat harus terbang berputar-putar di udara.
Maskapai
penerbangan,tuturnya, juga dirugikan karena waktu pendaratan yang tidak
sesuai jadwal dan merugikan maskapai dalam penggunaan bahan bakar pesawat yang berlebihan.
Rabu, 19 Februari 2014
Senin, 17 Februari 2014
Bagasi di Lion Air Sering Kali Hilang, Siapa Yang Patut Disalahkan?
Lion Air semestinya mau belajar dari kasus-kasus pencurian yang menimpa konsumennya. Lion Air jangan mendiamkan saja sehingga kejadian terus berulang. Harus ada perbaikan untuk pelayanan konsumen.
Belasan penumpang Lion Air yang mendarat dari Palembang dan Padang di Bandara Soekarno-Hatta pada Minggu (09/02/2014) protes karena barang bawaan mereka di bagasi hilang. Pihak Lion Air berjanji akan menelusuri kasus tersebut. Sebagai solusi, Lion Air mengevaluasi ground handling-nya. Sedang Kemenhub hanya memasrahkan pada mekanisme ganti rugi yang tercantum dalam Permenhub No. 77/2011. Seharusnya, Kemenhub jangan cuma memasrahkan pada Permenhub itu.
"Kita lihat sebenarnya pihak-pihak yang punya akses ambil bagasi dari badan pesawat kemudian bawa dengan mobil barang ke ruang tunggu dengan conveyor belt orang-orangnya sudah jelas siapa-siapa saja. Jadi memang kalau terjadi kehilangan, yang paling bertanggung jawab pastinya maskapai karena kehilangan itu pasti diakibatkan oleh kesalahan dari pegawai-pegawainya. Itu sangat ketat seharusnya. Nggak bisa yang bukan pegawai menurunkan barang dari badan pesawat, dia juga harus memasukkan kembali ke conveyor," kata Koordinator Komisi Bidang Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) David M L Tobing.
Ditegaskan David, sebagai regulator tidak bisa Kemenhub hanya membuat regulasi saja dan kemudian menyerahkan pada mekanisme di regulasi itu. Bila mekanisme tak berjalan, seharusnya Kemenhub membina maskapai itu. "Pejabat pemerintah kan melakukan pengawasan dan membina. Kalau nggak bisa dibina ya harusnya ditindak lebih tegas. Nggak bisa Kemenhub lepas tangan mengatakan sudah ada Permenhub dan mekanisme penggantian kalau bagasi hilang. Sama saja Kemenhub membiarkan budaya pencurian bagasi," tegasnya.
Belasan penumpang Lion Air yang mendarat dari Palembang dan Padang di Bandara Soekarno-Hatta pada Minggu (09/02/2014) protes karena barang bawaan mereka di bagasi hilang. Pihak Lion Air berjanji akan menelusuri kasus tersebut. Sebagai solusi, Lion Air mengevaluasi ground handling-nya. Sedang Kemenhub hanya memasrahkan pada mekanisme ganti rugi yang tercantum dalam Permenhub No. 77/2011. Seharusnya, Kemenhub jangan cuma memasrahkan pada Permenhub itu.
"Kejadian kehilangan bagasi penumpang Lion Air sudah sering terjadi dan ini terulang kembali, harusnya pihak maskapai sudah membersihkan serta mereformasi secara total staf dan petugas ground handling terutama yg menangani bagasi dari counter check-in ke pesawat dan pesawat ke pengambilan bagasi," kata anggota Komisi V DPR Saleh Husin, Senin (10/2/2014).
Saleh mencurigai ada suatu sindikasi yang terorganisir yang selalu mengincar bagasi penumpang. Lion Air semestinya sadar akan hal ini. "Nah inilah yang harus menjadi perhatiannya maskapai karena kalau hal ini dianggap remeh maka lama kelamaan nama perusahan akan hancur. Lion Air harus mencegah pencurian terulang," jelasnya.
Pemikiran bahwa sudah ada Permenhub dan Kemenhub menyerahkan saja pada maskapai itulah yang harus dibenahi. Kemenhub adalah regulator yang juga membina maskapai.
Kasus tentang kehilangan bagasi dan delay pesawat, lanjur David, termasuk 10 besar kasus yang sering diadukan konsumen yang diterima BPKN. Pihaknya, setelah menerima pengaduan biasanya langsung meneruskan kepada instansi terkait juga kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk proses mediasi.
Labels:
Artikel
Rabu, 12 Februari 2014
Sepenggal Tragedi Sukhoi Superjet 100
Berbagai cerita, komentar dan pendapat dari masyarakat maupun para ahli tentang tragedi kecelakaan penerbangan yang ada di Indonesia, ingatan kita pasti melayang kepada salah satu tragedi yaitu kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 yang menabrak lereng gunung salak pada 9 Mei 2012.
Pada tanggal 9 Mei 2012, pesawat Sukhoi RRJ-95B, registrasi 97004 dengan nomor penerbangan RA 36801 yang dioperasikan oleh Sukhoi Civil Aircraft Company melakukan penerbangan promosi (demonstration flight) dari Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma. Penerbangan yang mengalami kecelakaan adalah penerbangan kedua pada hari itu. Dalam penerbangan tersebut tercatat 45 orang berada di dalam pesawat, yang terdiri dari 2 pilot, 1 navigator, 1 flight test engineer dan 41 orang penumpang yang terdiri dari 4 orang personil dari Sukhoi Civil Aircraft Company (SCAC), 1 orang personil dari pabrik mesin pesawat (SNECMA) dan 36 orang tamu undangan yang terdiri dari 34 orang warga negara Indonesia, 1 warga negara Amerika Serikat dan 1 warga negara Perancis.
Penerbangan direncanakan menggunakan aturan terbang secara instrumen (Instrument Flight Rules / IFR) pada ketinggian 10.000 kaki selama 30 menit dengan bahan bakar yang mampu untuk terbang selama 4 jam. Wilayah yang diijinkan untuk penerbangan ini adalah di area “Bogor” sementara itu pilot mempunyai asumsi bahwa penerbangan tersebut telah disetujui untuk terbang ke arah radial 200 HLM VOR sejauh 20 Nm. Peta yang tersedia pada pesawat tidak memuat informasi mengenai area “Bogor” sebagai area latih pesawat militer maupun kontur dari pegunungan disekitarnya.
Pada pukul 14.32 WIB, berdasarkan waktu yang tercatat di Flight Data Recorder/FDR) pesawat menabrak tebing Gunung Salak pada radial 198 dan 28 Nm HLM VOR, pada ketinggian sekitar 6.000 kaki di atas permukaan laut, lalu terbakar. Pada tanggal 10 Mei 2012 (keesokan harinya), Badan Search and Rescue Nasional (BASARNAS) berhasil menemukan lokasi pesawat. Semua awak pesawat dan penumpang meninggal dalam kecelakaan ini serta pesawat dalam kondisi hancur lebur.
Hasil investigasi oleh Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan tersebut, antara lain:
a. Awak pesawat tidak menyadari kondisi pegunungan di sekitar jalur penerbangan yang dilalui dikarenakan beberapa faktor dan berakibat awak pesawat mengabaikan peringatan dari TAWS;
b. Jakarta Radar belum mempunyai batas ketinggian minimum pada pesawat yang diberikan vector dan sistem dari Jakarta Radar belum dilengkapi dengan MSAW yang berfungsi untuk daerah Gunung salak;
Catatan: vector adalah perintah berupa arah yang diberikan oleh pengatur lalu lintas udara kepada pilot pada pelayanan radar.
c. Terjadi pengalihan perhatian terhadap awak pesawat dari percakapan yang berkepanjangan dan tidak terkait dengan penerbangan, yang telah menyebabkan pilot yang menerbangkan pesawat tidak dengan segera merubah arah pesawat ketika orbit dan pesawat keluar dari orbit tanpa disengaja.
Karena itu, untuk menindaklanjuti proses investigasi kecelakaan ini, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, PT. Angkasa Pura II selaku perusahaan penyelenggara pemanduan lalu lintas udara dan pihak Sukhoi Civil Aircraft Company telah mengeluarkan beberapa tindakan keselamatan. Komite Nasional Keselamatan Transportasi telah mengeluarkan rekomendasi segera dan rekomendasi keselamatan kepada : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Departemen Industri Penerbangan - Kementerian Perdagangan dan Industri Russia dan Sukhoi Civil Aircraft Company.
Pada tanggal 9 Mei 2012, pesawat Sukhoi RRJ-95B, registrasi 97004 dengan nomor penerbangan RA 36801 yang dioperasikan oleh Sukhoi Civil Aircraft Company melakukan penerbangan promosi (demonstration flight) dari Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma. Penerbangan yang mengalami kecelakaan adalah penerbangan kedua pada hari itu. Dalam penerbangan tersebut tercatat 45 orang berada di dalam pesawat, yang terdiri dari 2 pilot, 1 navigator, 1 flight test engineer dan 41 orang penumpang yang terdiri dari 4 orang personil dari Sukhoi Civil Aircraft Company (SCAC), 1 orang personil dari pabrik mesin pesawat (SNECMA) dan 36 orang tamu undangan yang terdiri dari 34 orang warga negara Indonesia, 1 warga negara Amerika Serikat dan 1 warga negara Perancis.
Penerbangan direncanakan menggunakan aturan terbang secara instrumen (Instrument Flight Rules / IFR) pada ketinggian 10.000 kaki selama 30 menit dengan bahan bakar yang mampu untuk terbang selama 4 jam. Wilayah yang diijinkan untuk penerbangan ini adalah di area “Bogor” sementara itu pilot mempunyai asumsi bahwa penerbangan tersebut telah disetujui untuk terbang ke arah radial 200 HLM VOR sejauh 20 Nm. Peta yang tersedia pada pesawat tidak memuat informasi mengenai area “Bogor” sebagai area latih pesawat militer maupun kontur dari pegunungan disekitarnya.
Pada pukul 14.32 WIB, berdasarkan waktu yang tercatat di Flight Data Recorder/FDR) pesawat menabrak tebing Gunung Salak pada radial 198 dan 28 Nm HLM VOR, pada ketinggian sekitar 6.000 kaki di atas permukaan laut, lalu terbakar. Pada tanggal 10 Mei 2012 (keesokan harinya), Badan Search and Rescue Nasional (BASARNAS) berhasil menemukan lokasi pesawat. Semua awak pesawat dan penumpang meninggal dalam kecelakaan ini serta pesawat dalam kondisi hancur lebur.
Hasil investigasi oleh Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan tersebut, antara lain:
a. Awak pesawat tidak menyadari kondisi pegunungan di sekitar jalur penerbangan yang dilalui dikarenakan beberapa faktor dan berakibat awak pesawat mengabaikan peringatan dari TAWS;
b. Jakarta Radar belum mempunyai batas ketinggian minimum pada pesawat yang diberikan vector dan sistem dari Jakarta Radar belum dilengkapi dengan MSAW yang berfungsi untuk daerah Gunung salak;
Catatan: vector adalah perintah berupa arah yang diberikan oleh pengatur lalu lintas udara kepada pilot pada pelayanan radar.
c. Terjadi pengalihan perhatian terhadap awak pesawat dari percakapan yang berkepanjangan dan tidak terkait dengan penerbangan, yang telah menyebabkan pilot yang menerbangkan pesawat tidak dengan segera merubah arah pesawat ketika orbit dan pesawat keluar dari orbit tanpa disengaja.
Karena itu, untuk menindaklanjuti proses investigasi kecelakaan ini, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, PT. Angkasa Pura II selaku perusahaan penyelenggara pemanduan lalu lintas udara dan pihak Sukhoi Civil Aircraft Company telah mengeluarkan beberapa tindakan keselamatan. Komite Nasional Keselamatan Transportasi telah mengeluarkan rekomendasi segera dan rekomendasi keselamatan kepada : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Departemen Industri Penerbangan - Kementerian Perdagangan dan Industri Russia dan Sukhoi Civil Aircraft Company.
Labels:
Artikel
Selasa, 11 Februari 2014
Terjadi Tiga Insiden Pendaratan Pesawat di Bandara Juanda, Surabaya, Dalam Sepekan.
Kementerian Perhubungan memberikan
sanksi yang tegas terhadap pilot dua maskapai penerbangan swasta,
Sriwijaya Air dan Lion Air, karena mengalami insiden di Bandara Juanda
Surabaya. Kementerian Perhubungan merasa perlu memberikan sanksi tegas
terhadap pilot kedua maskapai penerbangan karena insiden pendaratan yang
dilakukan keduanya cukup fatal.
Insiden pertama, Sriwijaya Air mengalami insiden pendaratan di Bandara Juanda pada Selasa (28/01/2014). Dalam insiden itu, pesawat Boeing 737 yang dioperasikan oleh Sriwijaya Air dari Balikpapan tujuan Surabaya mendarat di taxiway paralel di sebelah selatan, bukan di landasan pacu bandara.
Pada kasus Sriwijaya Air ini, kapten
penerbangan memberikan kuasa kepada kopilot untuk mendaratkan pesawat.
Apesnya, kopilot mendaratkan pesawat tidak pada landasan pacu, melainkan
di taxiway paralel sebelah selatan, sehingga menjadi insiden pendaratan
yang cukup serius meskipun tidak terjadi kerusakan pada pesawat maupun
adanya korban luka. Akhirnya kapten dan kopilot dilarang terbang selama
beberapa waktu.
“Kalau pesawat mau landing di runway 28 fasilitasnya VOR approach yang
coursenya 281 derajat. Jadi kalau ada angin crosswind dari kanan
lurusnya di taxiway south pararel runway 28. Taxiway south pararel kalau
dari atas jarak pandang 5 mile mirip runway,” tutur seorang sumber yang tahu soal peristiwa ini.
Untuk insiden kedua dialami oleh pesawat
milik maskapai penerbangan Lion Air pada Minggu (2/2/2014) di Bandara
Juanda. Pada kasus ini kapten juga memberikan tugas kepada kopilot untuk
menerbangkan pesawat hingga mendarat. Namun akhirnya pesawat mengalami hard landing di Bandara Juanda yang menyebabkan pesawat rusak dan beberapa penumpang mengalami luka.
Akibat kejadian hard landing itu, kapten
dan kopilot juga mendapatkan sanksi tegas dari Kementerian Perhubungan.
“Yang terbang itu kopilot. Itu boleh. Kalau ada apa-apa, kapten yang
tanggung jawab. Si kapten boleh beri hak ke kopilot, kalau dia sudah miliki jam terbang tertentu. Si kapten, kita downgrade
jadi kopilot dan si kopilot yang lakukan kesalahan fatal itu di-PHK,”
kata Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan.
Sementara itu, terkait insiden pecahnya
ban pesawat Boeing 737-800 milik Garuda Indonesia di Bandara Juanda pada
Minggu (2/2/2014), regulator masih akan melakukan investigasi terlebih
dahulu. Berdasarkan informasi awal, ban pesawat sudah pecah saat pesawat
lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.
Kapuskom Kemenhub Bambang S. Ervan mengatakan, pesawat Boeing 737 seri 800 itu mengangkut 95 penumpang, termasuk 2 bayi, dijadwalkan mendarat pukul 15.00 WIB. Namun ketika di perjalanan, kapten pilot Rudi Johor memberitahu ke petugas tower Bandara Juanda bahwa terjadi masalah dengan ban kiri belakang saat pesawat lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta. Mendapat kabar itu, tim dari Bandara Juanda mengerahkan unit pemadam kebakaran dan ambulans untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk dari pesawat. Runway pun diblokir. Namun akhirnya pesawat berhasil mendarat selamat.
Timbul pertanyaan, mengapa salah satu pilot dalam kasus tersebut (sudah mendapat sanksi) diijinkan untuk terbang? Siapa yang patut untuk disalahkan?
Labels:
Artikel
Pemindahan Sebagian Penerbangan ke Bandara Halim PK. Solusi atau Tidak?
Mulai 10 Januari 2014, sebagian kecil slot
penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang dipindahkan ke
Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Sejauh ini sudah ada tiga
maskapai yang menyatakan kesediaan untuk memindahkan sebagian slotnya.
Namun benarkah pemindahan ini merupakan solusi terbaik bagi operasional
penerbangan di Ibu Kota RI ini?
Tidak kurang dari Wakil Presiden Boediono, Menteri Perhubungan EE Mangindaan, Wakil Menteri Perhubungan Bambang Soesantono dan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Harry Bakti menyatakan bahwa Bandara Halim PK siap untuk menampung pemindahan tersebut. Begitu pula Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal (TNI) I.B Putu Dunia dan Direktur Utama PT Angkasa Pura II Tri S Sunoko. “Sudah dikoordinasikan. Kita sudah bahas selama ini tidak ada permasalahan,” ujar Putu Dunia kepada media di sela-sela Rapim TNI-Polri, di Jakarta, 9 Januari lalu.
Dioperasikannya Bandara Halim sebagai bandara penerbangan komersil tujuan domestik merupakan langkah jangka menengah untuk mengurangi kepadatan penerbangan di Bandara Soekarno Hatta.
“Ini tentu adalah langkah menengah saja. Jangka panjang, pembangunan lebih luas untuk layani cakupan Jabodetabek,” jelas Wakil Presiden Boediono.
Slot penerbangan yang disiapkan mencapai 126 slot selama 24 jam. Jumlah ini sekitar 10% dari jumlah slot di Bandara Soekarno-Hatta. Jumlah slot yang disediakan itu di luar slot yang akan digunakan untuk penerbangan TNI AU dan untuk sekolah penerbangan serta maskapai yang selama ini telah menggunakan Bandara Halim.
Pengaturannya sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling mengganggu dengan penerbangan lain terutama penerbangan TNI AU. Pada pukul 06.00– 12.00 WIB slot yang diperbolehkan adalah dua penerbangan datang dan dua penerbangan berangkat per jam (2-2). Pada pukul 12.00- 18.00 slotnya 3-3, pukul 18.00 -21.00 slotnya 2-2 dan pukul 21.00 – 06.00 slotnya 3-3.
Untuk penerbangan pindahan ini, pihak bandara juga telah menyediakan tiga tempat parkir untuk pesawat sekelas B737-800 NG/ B737-900 ER dan A320. Namun karena keterbatasan tempat parkir, pesawat pindahan tersebut tidak boleh bermalam di bandara ini.
Untuk kenyamanan penumpang, pengelola bandara sudah menyediakan terminal yang mampu menampung penumpang untuk tiga keberangkatan dan tiga kedatangan pesawat dalam satu jam.
PT. Angkasa Pura II juga telah melakukan revitalisasi besar di bandara ini. Selain terminal, juga ada pengaturan ulang parkir kendaraan, menyediakan taksi dan bus bandara serta memperbarui restoran dan toko-toko. Investasi yang digelontorkan sekira Rp 6,7 miliar.
Bandara Halim PK sebenarnya adalah di bawah kendali TNI AU. Penerbangan sipil menjadi enclave civil di bandara ini. Oleh karena itu penerbangan militer TNI AU tetap menjadi penerbangan utama. Selama ini, selain penerbangan TNI AU, bandara juga digunakan untuk latihan terbang beberapa sekolah penerbangan, penerbangan maskapai carter dan maskapai berjadwal dengan jumlah tempat duduk di bawah 100 kursi.
Menurut hemat penulis, bukankah akan lebih baik apabila penerbangan militer TNI AU dialihkan ke Bandara Atang Sanjaya, Bogor dan keperluan sekolah penerbangan ke Bandara Budiarto, Curug untuk memberi porsi lebih untuk penerbangan domestik dan carter?
Tidak kurang dari Wakil Presiden Boediono, Menteri Perhubungan EE Mangindaan, Wakil Menteri Perhubungan Bambang Soesantono dan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Harry Bakti menyatakan bahwa Bandara Halim PK siap untuk menampung pemindahan tersebut. Begitu pula Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal (TNI) I.B Putu Dunia dan Direktur Utama PT Angkasa Pura II Tri S Sunoko. “Sudah dikoordinasikan. Kita sudah bahas selama ini tidak ada permasalahan,” ujar Putu Dunia kepada media di sela-sela Rapim TNI-Polri, di Jakarta, 9 Januari lalu.
Dioperasikannya Bandara Halim sebagai bandara penerbangan komersil tujuan domestik merupakan langkah jangka menengah untuk mengurangi kepadatan penerbangan di Bandara Soekarno Hatta.
“Ini tentu adalah langkah menengah saja. Jangka panjang, pembangunan lebih luas untuk layani cakupan Jabodetabek,” jelas Wakil Presiden Boediono.
Slot penerbangan yang disiapkan mencapai 126 slot selama 24 jam. Jumlah ini sekitar 10% dari jumlah slot di Bandara Soekarno-Hatta. Jumlah slot yang disediakan itu di luar slot yang akan digunakan untuk penerbangan TNI AU dan untuk sekolah penerbangan serta maskapai yang selama ini telah menggunakan Bandara Halim.
Pengaturannya sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling mengganggu dengan penerbangan lain terutama penerbangan TNI AU. Pada pukul 06.00– 12.00 WIB slot yang diperbolehkan adalah dua penerbangan datang dan dua penerbangan berangkat per jam (2-2). Pada pukul 12.00- 18.00 slotnya 3-3, pukul 18.00 -21.00 slotnya 2-2 dan pukul 21.00 – 06.00 slotnya 3-3.
Untuk penerbangan pindahan ini, pihak bandara juga telah menyediakan tiga tempat parkir untuk pesawat sekelas B737-800 NG/ B737-900 ER dan A320. Namun karena keterbatasan tempat parkir, pesawat pindahan tersebut tidak boleh bermalam di bandara ini.
Untuk kenyamanan penumpang, pengelola bandara sudah menyediakan terminal yang mampu menampung penumpang untuk tiga keberangkatan dan tiga kedatangan pesawat dalam satu jam.
PT. Angkasa Pura II juga telah melakukan revitalisasi besar di bandara ini. Selain terminal, juga ada pengaturan ulang parkir kendaraan, menyediakan taksi dan bus bandara serta memperbarui restoran dan toko-toko. Investasi yang digelontorkan sekira Rp 6,7 miliar.
Bandara Halim PK sebenarnya adalah di bawah kendali TNI AU. Penerbangan sipil menjadi enclave civil di bandara ini. Oleh karena itu penerbangan militer TNI AU tetap menjadi penerbangan utama. Selama ini, selain penerbangan TNI AU, bandara juga digunakan untuk latihan terbang beberapa sekolah penerbangan, penerbangan maskapai carter dan maskapai berjadwal dengan jumlah tempat duduk di bawah 100 kursi.
Menurut hemat penulis, bukankah akan lebih baik apabila penerbangan militer TNI AU dialihkan ke Bandara Atang Sanjaya, Bogor dan keperluan sekolah penerbangan ke Bandara Budiarto, Curug untuk memberi porsi lebih untuk penerbangan domestik dan carter?
Labels:
Artikel
Sabtu, 08 Februari 2014
Hukum Udara (Air Law)
Sejarah Hukum Udara
Hukum udara merupakan suatu bentuk hukum yang baru didalam aturan Hukum Transnasional, walaupun keinginan manusia untuk terbang telah lama ada. Hukum udara sering disebut dengan istilah Air Law, International Air Law, Luchtrecht, dan Droit Aerien. Istilah Air Law dan International Air Law telah digunakan di Montreal, Canada pada tahun 1951 pada saat pendirian McGill University.
Menurut Prof. E. Suherman, SH., istilah penerbangan (aviation) sering dipakai seolah-olah menjadi sinonim dengan angkutan udara (air transportation). Pada hakekatnya penerbangan memiliki makna yang lebih luas dari angkutan udara, karena penerbangan dapat pula dilakukan bukan hanya untuk keperluan angkutan udara, tetapi untuk latihan penerbangan, penyemprotan hama, olahraga, pemetaan, dan lain sebagainya.
Pengertian Hukum Udara
1. Diederiks-verschoor
Hukum udara sebagai hukum dan regulasi yang mengatur pengunaan ruang udara yang bermanfaat bagi penerbangan, kepentingan umum, dan bangsa-bangsa di dunia.
2. M. Le Goff
Hukum udara adalah serangkaian ketentuan nasional dan internasional mengenai pesawat, navigasi udara, pengangkutan udara komersial dan semua hubungan hukum, publik maupun perdata, yang timbul dari navigasi udara domestik dan internasional.
3. M. Lemoine
Hukum udara adalah cabang hukum yang menentukan dan mempelajari hukum dan peraturan hukum mengenai lalu lintas udara dan penggunaan pesawat udara dan juga hubungan-hubungan yang timbul dari hal tersebut.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapatlah ditarik suatu definisi hukum udara secara umum. Hukum udara merupakan keseluruhan norma-norma hukum yang mengatur penggunaan ruang udara, khususnya mengenai penerbangan, penggunaan pesawat-pesawat terbang dalam peranannya sabagai unsur yang diperlukan bagi penerbangan. Dengan kata lain, penerbangan merupakan objek kajian dalam hukum udara karena dalam kegiatannya menggunakan ruang udara sebagai medianya.
Sumber-sumber Hukum Udara
Sifat internasional dari hukum udara merupakan hal yang mendasari banyaknya jenis atau bentuk dari sumber hukum udara. Beberapa klasifikasi data dijadikan sebagai sumber hukum udara, yaitu:
1. Perjanjian internasional multilateral
2. Perjanjian internasional bilateral
3. Hukum nasional
4. Kontrak antar negara dengan perusahaan penerbangan
5. Kontrak antar perusahaan penerbangan
6. Prinsip-prinsip hukum umum.
Hukum udara merupakan suatu bentuk hukum yang baru didalam aturan Hukum Transnasional, walaupun keinginan manusia untuk terbang telah lama ada. Hukum udara sering disebut dengan istilah Air Law, International Air Law, Luchtrecht, dan Droit Aerien. Istilah Air Law dan International Air Law telah digunakan di Montreal, Canada pada tahun 1951 pada saat pendirian McGill University.
Menurut Prof. E. Suherman, SH., istilah penerbangan (aviation) sering dipakai seolah-olah menjadi sinonim dengan angkutan udara (air transportation). Pada hakekatnya penerbangan memiliki makna yang lebih luas dari angkutan udara, karena penerbangan dapat pula dilakukan bukan hanya untuk keperluan angkutan udara, tetapi untuk latihan penerbangan, penyemprotan hama, olahraga, pemetaan, dan lain sebagainya.
Pengertian Hukum Udara
1. Diederiks-verschoor
Hukum udara sebagai hukum dan regulasi yang mengatur pengunaan ruang udara yang bermanfaat bagi penerbangan, kepentingan umum, dan bangsa-bangsa di dunia.
2. M. Le Goff
Hukum udara adalah serangkaian ketentuan nasional dan internasional mengenai pesawat, navigasi udara, pengangkutan udara komersial dan semua hubungan hukum, publik maupun perdata, yang timbul dari navigasi udara domestik dan internasional.
3. M. Lemoine
Hukum udara adalah cabang hukum yang menentukan dan mempelajari hukum dan peraturan hukum mengenai lalu lintas udara dan penggunaan pesawat udara dan juga hubungan-hubungan yang timbul dari hal tersebut.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapatlah ditarik suatu definisi hukum udara secara umum. Hukum udara merupakan keseluruhan norma-norma hukum yang mengatur penggunaan ruang udara, khususnya mengenai penerbangan, penggunaan pesawat-pesawat terbang dalam peranannya sabagai unsur yang diperlukan bagi penerbangan. Dengan kata lain, penerbangan merupakan objek kajian dalam hukum udara karena dalam kegiatannya menggunakan ruang udara sebagai medianya.
Sumber-sumber Hukum Udara
Sifat internasional dari hukum udara merupakan hal yang mendasari banyaknya jenis atau bentuk dari sumber hukum udara. Beberapa klasifikasi data dijadikan sebagai sumber hukum udara, yaitu:
1. Perjanjian internasional multilateral
2. Perjanjian internasional bilateral
3. Hukum nasional
4. Kontrak antar negara dengan perusahaan penerbangan
5. Kontrak antar perusahaan penerbangan
6. Prinsip-prinsip hukum umum.
Sekilas tentang BPMI & Rekan
BPMI & Rekan
merupakan sebuah Kantor Hukum, Law Firm, kantor advokat / pengacara,
atau Konsultan Hukum yang telah menangani berbagai kasus hukum seperti kasus
pidana / kriminal, tindak pidana korupsi (TIPIKOR), tindak pidana militer, perdata umum, hutang-piutang, penyalahgunaan narkoba, sengketa keluarga, perkawinan, perceraian, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), adopsi
anak, jual-beli tanah, sengketa tata usaha negara (STUN),
kasus perusahaan, sengketa bisnis, penanganan piutang perusahaan, kasus
lembaga keuangan & lembaga pembiayaan, kasus perpajakan,
ketenagakerjaan / perburuhan, perselisihan hubungan
industrial (PHI), akuisisi &
konsolidasi perusahaan, klaim asuransi, hak atas kekayaan intelektual (HAKI), legal opinion, pembuatan dan
analisa perjanjian / kontrak, waralaba (frachise), dan lain sebagainya.
BPMI & Rekan
mempunyai wilayah kerja seluruh Republik Indonesia. Melayani penanganan perkara untuk kota-kota besar di Indonesia seperti
Jakarta, Bandung, Bogor, Tangerang, Bekasi, Aceh, Medan,
Pekanbaru, Padang, Bengkulu, Palembang, Lampung, Batam, Jogjakarta, Surabaya, Malang, Denpasar, Mataram, Sumbawa, Balikpapan,
Pontianak, Samarinda, Makasar, Palu, Manado, dan lain
sebagainya.
BPMI & Rekan
terpercaya karena menangani perkara secara transparan, fleksible dan akuntabel. Hubungi kami di 9573-6868 (sebelum telepon, silakan SMS terlebih dahulu).
Labels:
Kantor Hukum
Langganan:
Postingan (Atom)