Pages

Ads 468x60px

Selasa, 11 Februari 2014

Terjadi Tiga Insiden Pendaratan Pesawat di Bandara Juanda, Surabaya, Dalam Sepekan.

Kementerian Perhubungan memberikan sanksi yang tegas terhadap pilot dua maskapai penerbangan swasta, Sriwijaya Air dan Lion Air, karena mengalami insiden di Bandara Juanda Surabaya. Kementerian Perhubungan merasa perlu memberikan sanksi tegas terhadap pilot kedua maskapai penerbangan karena insiden pendaratan yang dilakukan keduanya cukup fatal.



Insiden pertama, Sriwijaya Air mengalami insiden pendaratan di Bandara Juanda pada Selasa (28/01/2014). Dalam insiden itu, pesawat Boeing 737 yang dioperasikan oleh Sriwijaya Air dari Balikpapan tujuan Surabaya mendarat di taxiway paralel di sebelah selatan, bukan di landasan pacu bandara.

Pada kasus Sriwijaya Air ini, kapten penerbangan memberikan kuasa kepada kopilot untuk mendaratkan pesawat. Apesnya, kopilot mendaratkan pesawat tidak pada landasan pacu, melainkan di taxiway paralel sebelah selatan, sehingga menjadi insiden pendaratan yang cukup serius meskipun tidak terjadi kerusakan pada pesawat maupun adanya korban luka. Akhirnya kapten dan kopilot dilarang terbang selama beberapa waktu.

“Kalau pesawat mau landing di runway 28 fasilitasnya VOR approach yang coursenya 281 derajat. Jadi kalau ada angin crosswind dari kanan lurusnya di taxiway south pararel runway 28. Taxiway south pararel kalau dari atas jarak pandang 5 mile mirip runway,” tutur seorang sumber yang tahu soal peristiwa ini.

Untuk insiden kedua dialami oleh pesawat milik maskapai penerbangan Lion Air pada Minggu (2/2/2014) di Bandara Juanda. Pada kasus ini kapten juga memberikan tugas kepada kopilot untuk menerbangkan pesawat hingga mendarat. Namun akhirnya pesawat mengalami hard landing di Bandara Juanda yang menyebabkan pesawat rusak dan beberapa penumpang mengalami luka.

Akibat kejadian hard landing itu, kapten dan kopilot juga mendapatkan sanksi tegas dari Kementerian Perhubungan. “Yang terbang itu kopilot. Itu boleh. Kalau ada apa-apa, kapten yang tanggung jawab. Si kapten boleh beri hak ke kopilot, kalau dia sudah miliki jam terbang tertentu. Si kapten, kita downgrade jadi kopilot dan si kopilot yang lakukan kesalahan fatal itu di-PHK,” kata Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan.

Sementara itu, terkait insiden pecahnya ban pesawat Boeing 737-800 milik Garuda Indonesia di Bandara Juanda pada Minggu (2/2/2014), regulator masih akan melakukan investigasi terlebih dahulu. Berdasarkan informasi awal, ban pesawat sudah pecah saat pesawat lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.


Kapuskom Kemenhub Bambang S. Ervan mengatakan, pesawat Boeing 737 seri 800 itu mengangkut 95 penumpang, termasuk 2 bayi, dijadwalkan mendarat pukul 15.00 WIB. Namun ketika di perjalanan, kapten pilot Rudi Johor memberitahu ke petugas tower Bandara Juanda bahwa terjadi masalah dengan ban kiri belakang saat pesawat lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta. Mendapat kabar itu, tim dari Bandara Juanda mengerahkan unit pemadam kebakaran dan ambulans untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk dari pesawat. Runway pun diblokir. Namun akhirnya pesawat berhasil mendarat selamat.

Timbul pertanyaan, mengapa salah satu pilot dalam kasus tersebut (sudah mendapat sanksi) diijinkan untuk terbang? Siapa yang patut untuk disalahkan?
 

Sample text

Sample Text

Sample Text