Pages

Ads 468x60px

Sabtu, 19 April 2014

Delay Pun Direncanakan?

Penundaan penerbangan yang sering dialami penumpang selama ini biasanya disebabkan faktor cuaca atau teknik. Uniknya, saat penumpang sudah duduk manis di kursi kabin pun, sering kali pesawat tak kunjung terbang. Dalam suasana seperti itu hanya pramugari yang mondar-mandir di kabin dan ground staff yang naik turun ke dan dari pesawat. Mereka me­nyibukkan diri dengan mendata jumlah penumpang atau sekadar menunggu penumpang lain.
 
 
Menurut seorang narasumber, saat ini ada istilah penundaan penerbangan yang direncanakan. Maskapai sengaja mengulur waktu dari jadwal semula agar dapat terbang pada “golden time”. Dengan demikian akan terjadi penumpukan pada jam tertentu. Mi­salnya, maskapai A sesuai jadwal terbang pada pukul 09.15, namun akhirnya harus terbang pada pukul 10.00. Sementara, pada pukul 10.00-11.00 terdapat pergerakan 70 pesawat, otomatis pesawat milik operator A akan menambah frekuensi sehingga menjadi 71. “Itu baru satu pesawat dan satu rute, jika satu maskapai dengan lima pesawat, maka sudah menjadi 76. Bahkan jika ditambah dengan empat ­operator lain dengan penundaan empat pesawatnya, maka di waktu itu bisa terjadi 92 pergerakan,” paparnya.
 
Tahukan Anda, satu pesawat itu digunakan untuk menerbangi empat-enam rute yang disebut leg (sektor). Misalnya, 6 leg, Jakarta – Yogyakarta – Jakarta – Palangkaraya – Jakarta – Surabaya – Jakarta. Dalam kasus tersebut, menurut sumber tadi, jika di Jakarta saja sudah delay, maka akan beruntun ke sektor-sektor berikutnya. Jika dari Soekarno-Hatta delay 45 menit, maka pergerakan pesawat pun mundur 40 menit. Belum ditambah dengan faktor-faktor lain se­perti cuaca atau teknik.
“Pada saat si pesawat tersebut akan masuk Cengkareng pun juga delay, waktu kedatangan tidak tepat, selain penundaan dari awal, juga harus me­nunggu landasan pacu kosong. Dalam situasi seperti itu, Anda akan merasakan pesawat terkadang berputar ter­lebih dulu,” jelasnya.
 
Padatnya lalu lintas penerbangan yang kian memuncak, akan berimbas pada masalah delay. Dari segi infrastruktur, apakah sudah seimbang antara jumlah pesawat dengan kapasitas landasan pacu? AirNav Indonesia telah melakukan perhitungan bahwa runway capacity Bandara Internasional Soekarno-Hatta adalah 64 pergerakan, mulai pukul 05.00 WIB sampai pukul 23.00 WIB.
Untuk pukul 23.00 WIB sampai pukul 05.00 WIB hanya akan dilayani dengan total 32 pergerakan saja. Hal tersebut disebabkan pada pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00 ada penutupan satu runway untuk kegiatan pemeliharaan.
 
Keputusan tersebut dibuat berdasarkan surat General Manager JATSC Nomor: JATSC.577/OPS/VIII/2013GM Tanggal 16 Agustus 2013 perihal runway capacity.  Surat itu dikeluarkan  guna meningkatkan safety, efektivitas dan efisiensi pelayanan lalu lintas pe­nerbangan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Dengan demikian, maskapai yang mengajukan jadwal penerbangan harus mengikuti aturan tersebut. Jika kapa­sitas sudah penuh, tentunya tidak akan ada lagi penambahan di jam tersebut.
 
Narasumber tersebut berkomentar, setiap perusahaan yang akan menambah slot penerbangan harus dijadwal lain jika sudah ada 64 kapasitas pada pukul 05.00-23.00. “Wajar jika penerbangan ke Indonesia Timur dilakukan antara  pukul 23.00-05.00 karena sampai di sana masih pagi. Jadi, aneh juga jika maskapai mengajukan penerbangan di atas pukul 23.00 seperti ke Yogya misalnya, mau mengangkut apa?” katanya.
 
Tabel dan jumlah slot pada naskah ini menggambarkan penentuan pergerakan pesawat berdasarkan periode waktunya. Untuk yang berlatar merah artinya periode yang padat, maskapai sudah tidak dapat membuka jadwal di area tersebut. Untuk total slot dengan latar biru, puncaknya yang sering terjadi delay. Ini merupakan waktu yang banyak diperebutkan maskapai. “Airlines akan berusaha memilih di periode peak hours (golden time), jika penundaan yang direncanakan, waktunya bisa maju atau bisa mundur,” kata nara sumber. 
 
Misalnya, maskapai yang seharus­nya terbang pada pukul 05.00-05.55 (12.00-12.55 waktu lokal) karena alas­an lain dapat mundur di 06.00-05.55 (13.00-13.55 waktu lokal), tentunya berakibat molor di pergerakan berikutnya. Sebaliknya, jika operator yang menurut jadwal terbang pada pukul 13.00-13.55 (20.00-20.55 waktu lokal) dapat mengatur lebih maju ke pukul 12.00-12.55 (19.00-19.55), sehingga akan menambah pergerakan di area 12.00-12.55.

Jumat, 04 April 2014

3 Bandara Siap Dilelang ke Investor Swasta

Pengelolaan 3 bandar udara yang kini berstatus Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Perhubungan siap dilelang ke investor swasta. Ketiga bandara yang dinilai potensial itu adalah Bandara Raden Inten II (Lampung), Bandara Mutiara (Palu), dan Bandara Komodo (Labuan Bajo).


Direktur Bandar Udara Kementerian Perhubungan, Bambang Tjahyono mengatakan "Beberapa perusahaan sudah menyatakan minat secara tertulis. Salah satunya Garuda Indonesia yang mengajukan minat pengembangan Bandara Komodo".

Bambang meyakini, dalam waktu 4 bulan ke depan, dokumen penawaran kerja sama ke swasta itu telah rampung. Dengan demikian, lelang untuk investor swasta bisa segera digelar. "Tidak hanya PT. Angkasa Pura I dan II yang mengelola bandara, pihak lain juga diberi kesempatan agar ada kompetisi" katanya. 

Sebenarnya, total ada 10 bandara UPT yang akan dikerjasamakan pemerintah dengan swasta. Untuk memilih 10 bandara yang akan dikembangkan itu, Kementerian Perhubungan bersama Kementerian Keuangan dan Indonesia Infrastructure Finance mengkaji kelayakan 233 bandara. Hasilnya, ada 3 maskapai penerbangan dan 8 perusahaan swasta yang juga berminat mengembangkan 10 bandara tersebut. Namun, untuk tahap awal, pemerintah memilih 3 bandara paling potensial untuk dilelang terlebih dulu.

10 bandara UPT yang akan ditawarkan:
 1.  Bandara Sentani (Jayapura)
 2.  Bandara Mutiara (Palu)
 3.  Bandara Juwata (Tarakan)
 4.  Bandara Matahora (Wakatobi)
 5.  Bandara Sultan Baabulah (Ternate)
 6.  Bandara Tjilik Riwut (Palangkaraya)
 7.  Bandara Komodo (Labuan Bajo)
 8.  Bandara Hanandjoedin (Tanjung Pandan)
 9.  Bandara Fatmawati (Bengkulu)
10. Bandara Raden Inten (Lampung)

Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, pekan lalu mengakui telah menyampaikan surat tertulis yang menyatakan minat untuk melakukan kerja sama pengembangan bandara. "Sudah kami sampaikan secara tertulis kepada Kementerian Perhubungan. Tinggal menunggu pembukaan lelang" katanya. Namun, Emir enggan mengungkapkan perihal besaran investasi.

Menanggapi rencana pemerintah itu, pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, berpendapat seyogyanya bandara tetap dikelola pemerintah. Jika bandara dikelola pemerintah, katanya, tarif dapat ditekan dengan subsidi silang. Laba dari bandara yang ramai dapat membantu pengembangan bandara yang sepi. "Kalau dikelola swasta, laba akan menjadi prioritas" ujar Tulus.


Adapun Ketua Association of the Indonesia Tours and Travel Agencies, Asnawi Bahar, menilai program pembangunan dan pengembangan bandara harus memperhatikan potensi pariwisata. Ia setuju jika tahun ini Kementerian Perhubungan mengembangkan Bandara Komodo di Labuan Bajo bekerja sama dengan Garuda Indonesia untuk mendukung industri pariwisata. "Pengembangan di Labuan Bajo akan meningkatkan jumlah kunjungan turis" kata Asnawi. Ia mengimbuhkan, tingkat pertumbuhan kunjungan turis ke Labuan Bajo sekitar 20 persen per tahun dengan mayoritas berasal dari Eropa.
 

Sample text

Sample Text

Sample Text