Pages

Ads 468x60px

Rabu, 03 Desember 2014

Mengulas Pendapat KSAU dan Menhan Tentang Rencana Pengambilalihan Kontrol Udara Indonesia Dari Singapura

Sebagian wilayah jalur penerbangan baik penerbangan sipil dan penerbanagan militer di Indonesia masih dibawah kontrol patroli udara Singapura. TNI AU berharap pemerintah Indonesia untuk sesegera mungkin mengambil alih dari negara tetangga tersebut.

Demikian disampaikan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Ida Bagus Putu Dunia di sela-sela peresmian Skuadron Udara F-16 di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru. KSAU menjelaskan untuk saat ini sebagian wilayah jalur udara baik sipil dan militer Indonesia, khususnya Indonesia bagian barat masih harus meminta izin dari Singapura.

Persoalan perihal perizinan ini sebenarnya sudah lama sekali. Dimisalkan jika pesawat Indonesia hendak terbang dari Pekanbaru ingin ke Natuna Provinsi Kepri harus menunggu izin dari Singapura dulu. Begitu pula untuk penerbangan sipil dan militer. Karenanya, diharapkan pemerintah segera mengambil alih pengaturan lalu lintas udara dari Singapura. Karena hal ini adalah menyangkut wilayah keamanan udara di Indonesia.

Berbicara tentang lalu lintas udara, secara umum tidak ada masalah dengan Singapura. Tetapi bila dilihat dari segi pengamanan kedaulautan wilayah hukum Indonesia, terasa rancu bila penegakan hukum di wilayah Indonesia harus meminta izin terlebih fahulu ke kontrol lalu lintas udara Singapura.

Marsekal IB Putu Dunia menuturkan "Kita harapkan sesuai dengan UU yang ada di negara kita, pada tahun 2019 pengaturan lalu lintas udara itu sudah bisa kita ambil alih dari Singapura. Semakin cepat semakin bagus, agar kita lebih mudah melakukan pengamanan kedaulatan udara,".

UU yang dimaksud oleh IB Putu Dunia adalah UU No.1 tahun 2009 yang berada pada: 
1. Pasal 4 (a) yang berbunyi "semua kegiatan penggunaan wilayah udara, navigasi penerbangan, pesawat udara, bandara, pangkalan udara, angkutan udara, keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lain yang terkait di wilayah Indonesia...".
2. Pasal 5 yang berbunyi "NKRI berdaulat penuh dan ekslusif atas wilayah udara Indonesia".
3. Pasal 6 yang berbunyi "...Pemerintah melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk kepentingan penerbangan, pertahanan dan keamanan negara,...".

Namun untuk mengambil alih lalu lintas udara, pemerintah harus mempersiapkan fasilitas pendukungnya. "Tapi bukan berarti kita tidak siap untuk fasilitas pendukung tersebut. Karena untuk mempersiapkan fasilitas itu, harus ada komitmen bersama dengan departemen terkait. Kita ajak bersama menyelesai masalah ini, Kalau ini berhasil, maka tugas pokok kita dalam rangka penegakan hukum akan berjalan maksimal. Sekarang ini sudah banyak pelanggaran udara terjadi di negara kita," tutupnya.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan bahwa jika Indonesia memang mampu dalam hal sumber daya dan teknologi, maka akan lebih baik bila Indonesia dapat memegang kontrol lalu lintas udaranya sendiri. Ryamizard pun mengatakan bila pengambilalihan kontrol yang dipegang oleh Singapura itu tidak akan mengganggu hubungan antara Indonesia dan Singapura. Sebab, kontrol itu ditujukan menghindari kecelakaan pesawat. "Disana untuk keselamatan harus diperhatikan. Ada aturan disana yang telah disetujui oleh ICAO. Singapura mengontrol udara hingga 100 mil, nah itu masuk ke wilayah kita".

Ketika ditanyakan bagaimana caranya mengambil alih kontrol itu, mantan KSAD ini mengatakan akan mempersiapkan segala fasilitasnya terlebih dahulu. "Kita harus siapkan fasilitasnya. Kalau kita ambil, kita nggak punya apa-apa, nggak bakalan jalan nantinya," tutur Ryamizard tanpa merinci lebih jauh.
(sumber : detik.com, tabloid aviasi dan tribun news) 

Senin, 01 Desember 2014

Lion Air Resmi Menjadi Pemilik Pesawat ATR Terbanyak Di Dunia


PT Lion Mentari Airlines telah memesan 40 unit pesawat turboprop ATR buatan Italia dan Prancis senilai US$ 1 miliar (Rp 12 triliun). Ini merupakan pembelian tambahan dari 60 unit yang telah dipesan operator Lion Air itu pada tahun 2008 lalu.


Dengan total pembelian 100 pesawat ATR ini, Lion Air menjadi pembeli terbesar pesawat jarak pendek tersebut di dunia. CEO Lion Group Rusdi Kirana mengatakan, pembelian ini dilakukan untuk memenuhi meningkatnya permintaan transportasi udara jarak pendek dan menengah di Indonesia dan wilayah Asia Tenggara.



"Untuk Indonesia, diharapkan pembelian pesawat-pesawat ATR ini bisa melayani wilayah-wilayah terpencil seperti Morotai, Lhokseumawe, Kalimantan dan lainnya, dan dari situ bisa meningkatkan nilai jual daerah-daerah tersebut," tutur Rusdi pada konferensi pers di Roma, Italia, Kamis (27/11/2014) usai penandatanganan kesepakatan pembelian 40 unit pesawat ATR 72-600.



Rusdi menyebutkan pemesanan 40 unit ATR 72-600 tersebut merupakan bagian dari total pembelian 100 unit pesawat turboprop ATR.



"Yang 60 unit sudah kita beli tahun 2008 lalu. Dari jumlah itu, 42 unit sudah kita terima dan sisanya akan datang tiap bulan hingga 2015. Pesawat yang sudah datang kita pakai di Wings Air 30 unit di Indonesia, 11 unit di Malindo Air di Malaysia dan 1 unit di Thai Lion di Thailand," terangnya kepada wartawan.



Nilai kontrak pemesanan 100 unit ATR tersebut mencapai 2 miliar euro. Untuk pembelian ini, Lion Air mendapatkan fasilitas pembiayaan dari bank ekspor impor Prancis COFFACE, bank ekspor impor Italia, SACE serta bank ekspor impor Kanada, EDC.



"Bank ekspor impor ketiga negara itu terlibat karena ATR dimiliki perusahaan Italia-Prancis, sementara mesinnya dibuat Kanada. Porsi pembiayaan dari ketiga bank ini sekitar 85-90%, sedangkan sisa pembiayaan lainnya dari konsorsium bank swasta Prancis, Jerman dan Jepang serta kas internal Lion," tutur Rusdi.



ATR, merupakan joint venture antara perusahaan Italia, Finmeccanica-Alenia Aermacchi dan perusahaan Prancis, Airbus Group. Produk utamanya adalah ATR 42 dan ATR 72. ATR 42 berkapasitas duduk 40-50 penumpang, sedangkan ATR 72 yang akan dibeli Lion Air berkapasitas 74 penumpang yang dioperasikan dua pilot.



Sebelumnya, pada November 2011 Lion Air telah menandatangani pembelian 230 pesawat tipe Boeing 737 MAX dan Boeing 737-900ER. Total dana untuk pembelian ini mencapai US$ 21,7 miliar. Penandatanganan MoU pembelian ini disaksikan langsung oleh Presiden Amerika Serikat Barack Obama di Nusa Dua, Bali.



Lion juga telah memesan 234 unit pesawat Airbus senilai US$ 24 miliar. Pesawat tersebut didatangkan secara bertahap mulai Juli 2013 hingga tahun 2026. Dengan demikian, Lion Air dalam tiga tahun terakhir telah membelanjakan sekitar US$ 48 miliar (Rp 576 triliun) untuk belanja pesawat.

Indonesia Rancang Pesawat Baling-Baling Komersial Terbesar Di Dunia


Pengembangan pesawat terbang di Indonesia kembali bergairah pasca tertidur lama. Industri pesawat terbang nasional sempat mati suri pasca dihentikannya program pesawat baling-baling N250 dan pesawat mesin jet N2130 saat krisis ekonomi 1998. 

Kemudian pada tahun 2000-an muncul ide mengembangkan pesawat perintis bermesin turboprop N219. Pengembangan pesawat ternyata tidak berhenti di N219.

Kali ini, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mengusulkan pengembangan pesawat komersial atau penumpang baling-baling (propeller) terbesar di dunia. Pesawat yang bernama N2140 ini, nantinya mampu membawa 144 penumpang.

"Kita dapat ide dari pesawat A400 M yang memiliki baling-baling besar. Ini nggak masuk ke pasar jet. Kita kembangkan pesawat yang cocok dengan kondisi Indonesia," kata Kepala Program Pesawat Terbang LAPAN Agus Aribowo di Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN, Bogor, Jawa Barat, Jumat (28/11/2014).

A400 M merupakan pesawat angkut militer atau cargo berbadan lebar yang diciptakan oleh Airbus Military. Pengembangan N2140 nantinya akan memakai mesin EuroProp. Ini merupakan mesin terbaru, setelahturboprop, untuk kelas propeller

Meski bukan mesin jet, EuroProp memiliki kemampuan layaknya mesin pesawat jet. Daya jangkau pesawat ini menyerupai daya jelajah pesawat sekelas Boeing 737 hingga Airbus A320.

"EuroProp bisa masuk transonic. Kalau Boeing (Boeing 737) kecepatan 0,78 mach (kecepatan suara), kalau EuroProp 0,7 mach. Ini nggak beda jauh," jelasnya. Keunggulan pesawat N2140 daripada pesawat bermesin jet sekelas Airbus 320 dan Boeing 737 ialah konsumsi bahan bakar. Pesawat baling-baling ini hemat dalam pemakaian BBM sekitar 20-25% daripada pesawat jet. 


Keunggulan sangat bermanfaat bagi maskapai komersial karena selama ini menerima hantaman tingginya biaya avtur. Harga avtur sendiri menyumbang komposisi sekitar 60% dari biaya di industri penerbangan. 

Selain hemat BBM, pesawat N2140 bisa mendarat atau terbang di landasan lebih pendek daripada pesawat jet dengan ukuran serupa. Selain itu, LAPAN merancang kondisi suara atau tingkat kebisingan di dalam kabin pesawat yang sangat rendah meskipun pesawat tidak memakai mesin jet.

"Ini pakai noise active control. Jadi suara engine dikombinasikan dengan suara di dalam cabin agar bisa menghilangkan resonansi sehingga tingkat kebisingan menjadi lemah,” papar Agus.

Pengembangan N2140 merupakan bagian dari loncatan program N219. Konsep awal setelah N219, LAPAN dan PT Dirgantara Indonesia (Persero) akan mengembangkan pesawat N245 dan N270. 

Khusus program N270, pengembangannya diubah karena ada program pengembangan pesawat R80 atau pesawat berpenumpang 80 orang yang memiliki pasar sejenis. Ahasil LAPAN mencari jalan keluar sehingga lahirnya konsep pesawat propeller angkutan penumpang berbadan lebar terbesar pertama di dunia.
 

Sample text

Sample Text

Sample Text