Berbagai cerita, komentar dan pendapat dari masyarakat maupun para ahli tentang tragedi kecelakaan penerbangan yang ada di Indonesia, ingatan kita pasti melayang kepada salah satu tragedi yaitu kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 yang menabrak lereng gunung salak pada 9 Mei 2012.
Pada tanggal 9 Mei 2012, pesawat Sukhoi RRJ-95B, registrasi 97004 dengan
nomor penerbangan RA 36801 yang dioperasikan oleh Sukhoi Civil Aircraft
Company melakukan penerbangan promosi (demonstration flight)
dari Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma. Penerbangan yang
mengalami kecelakaan adalah penerbangan kedua pada hari itu. Dalam penerbangan tersebut tercatat 45 orang berada di dalam pesawat, yang terdiri dari 2 pilot, 1 navigator, 1 flight test engineer
dan 41 orang penumpang yang terdiri dari 4 orang personil dari Sukhoi
Civil Aircraft Company (SCAC), 1 orang personil dari pabrik mesin
pesawat (SNECMA) dan 36 orang tamu undangan yang terdiri dari 34 orang
warga negara Indonesia, 1 warga negara Amerika Serikat dan 1 warga
negara Perancis.
Penerbangan direncanakan menggunakan aturan terbang secara instrumen (Instrument Flight Rules
/ IFR) pada ketinggian 10.000 kaki selama 30 menit dengan bahan bakar
yang mampu untuk terbang selama 4 jam. Wilayah yang diijinkan untuk
penerbangan ini adalah di area “Bogor” sementara itu pilot mempunyai
asumsi bahwa penerbangan tersebut telah disetujui untuk terbang ke arah
radial 200 HLM VOR sejauh 20 Nm. Peta yang tersedia pada pesawat tidak memuat informasi mengenai area
“Bogor” sebagai area latih pesawat militer maupun kontur dari pegunungan
disekitarnya.
Pada pukul 14.32 WIB, berdasarkan waktu
yang tercatat di Flight Data Recorder/FDR) pesawat menabrak tebing
Gunung Salak pada radial 198 dan 28 Nm HLM VOR, pada ketinggian sekitar
6.000 kaki di atas permukaan laut, lalu terbakar. Pada tanggal 10 Mei 2012 (keesokan harinya), Badan Search and Rescue
Nasional (BASARNAS) berhasil menemukan lokasi pesawat. Semua awak
pesawat dan penumpang meninggal dalam kecelakaan ini serta pesawat dalam
kondisi hancur lebur.
Hasil investigasi oleh Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan tersebut, antara lain:
a. Awak pesawat tidak menyadari kondisi pegunungan di sekitar jalur
penerbangan yang dilalui dikarenakan beberapa faktor dan berakibat awak
pesawat mengabaikan peringatan dari TAWS;
b. Jakarta Radar belum mempunyai batas ketinggian minimum pada
pesawat yang diberikan vector dan sistem dari Jakarta Radar belum
dilengkapi dengan MSAW yang berfungsi untuk daerah Gunung salak;
Catatan: vector adalah perintah berupa arah yang diberikan oleh pengatur lalu lintas udara kepada pilot pada pelayanan radar.
c. Terjadi pengalihan perhatian terhadap awak pesawat dari
percakapan yang berkepanjangan dan tidak terkait dengan penerbangan,
yang telah menyebabkan pilot yang menerbangkan pesawat tidak dengan
segera merubah arah pesawat ketika orbit dan pesawat keluar dari orbit
tanpa disengaja.
Karena itu, untuk menindaklanjuti proses investigasi kecelakaan ini, Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara, PT. Angkasa Pura II selaku perusahaan penyelenggara
pemanduan lalu lintas udara dan pihak Sukhoi Civil Aircraft Company telah mengeluarkan beberapa tindakan keselamatan. Komite Nasional Keselamatan Transportasi telah mengeluarkan rekomendasi
segera dan rekomendasi keselamatan kepada : Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara, Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Departemen
Industri Penerbangan - Kementerian Perdagangan dan Industri Russia dan Sukhoi Civil Aircraft Company.