Bandara International Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang, Banten memiliki masterplan untuk pengembangan terminal dan runway (landasan) baru yang telah ada sejak zaman Presiden Soeharto pada tahun 1986.
Dalam rancangan terbaru, bandara tersibuk dan terbesar di Indonesia ini disiapkan bisa menampung 128 juta penumpang per tahun atau naik 200% dari kapasitas saat ini 43 juta penumpang per tahun.
Bandara Soetta saat ini memiliki 3 terminal yaitu terminal 1, 2, dan 3, yang didukung oleh 2 runway. Pada masterplan era Presiden Soeharto, Bandara Soetta dirancang punya 4 terminal dan 4 runway.
Kapasitas 3 terminal saat ini mampu menampung hingga 43 juta orang per tahun. Kapasitas ini akan terus meningkat seiring renovasi terminal 1 dan 2. Kapasitas maksimal semua terminal jika telah selesai dikembangkan, maka bisa menampung 128 juta penumpang per tahun. "Ultimate total sampai 128 juta penumpang per tahun," kata Corporate Secretary PT Angkasa Pura II (Persero) (AP II) Daryanto, Selasa (01/07/2014).
Kapasitas maksimal tersebut akan tercapai pada tahun 2040. Saat itu, Bandara Soetta memasuki kapasitas maksimal alias ultimate sehingga sudah tidak bisa ditambah lagi daya tampungnya. Pada tahun itu juga, Bandara Soetta direncanakan harus memiliki 4 runway alias landasan pacu.
Saat ini fasilitas runway yang terbangun baru sebanyak 2 unit dengan panjang 3.000 meter dan lebar 60 meter.
Dihubungi secara terpisah, pengamat penerbangan Dudi Sudibyo menerangkan di negara maju pengembangan baru sebuah bandara dilakukan setiap 10 tahun sekali.
Dudi mengambil contoh Bandara Incheon Korea Selatan. Bandara itu dibangun untuk masa 10 tahun ke depan. Setelah bandara beroperasi, selanjutnya bandara baru dipersiapkan untuk dibangun kembali. "Ambil contoh antara lain Incheon. Itu dibangun untuk 10 tahun, setelah itu bangun dan sekarang sudah dibangun bandara baru," jelasnya.
Dudi menjelaskan pembangunan bandara baru ke depan juga wajib mengikuti peraturan dan masterplan. Langkah ini dibutuhkan agar tidak terulang lagi peristiwa kepungan area pemukiman di eks Bandara Kemayoran Jakarta dan Bandara Soetta sehingga menyulitkan pengembangan bandara. Maka operator bandara, regulator dan pemerintah daerah harus duduk bersama menentukan peta pengembangan bandara dan area sekitarnya.
"Seharusnya Bandara Soekarno-Hatta tidak ada pemukiman, tidak pabrik sekian kilo meter dari bandara. Sekarang lihat pagar pemukiman dan pabrik sudah mendekati batas pagarnya bandara," tegasnya.
Dudi mengambil contoh Bandara Incheon Korea Selatan. Bandara itu dibangun untuk masa 10 tahun ke depan. Setelah bandara beroperasi, selanjutnya bandara baru dipersiapkan untuk dibangun kembali. "Ambil contoh antara lain Incheon. Itu dibangun untuk 10 tahun, setelah itu bangun dan sekarang sudah dibangun bandara baru," jelasnya.
Dudi menjelaskan pembangunan bandara baru ke depan juga wajib mengikuti peraturan dan masterplan. Langkah ini dibutuhkan agar tidak terulang lagi peristiwa kepungan area pemukiman di eks Bandara Kemayoran Jakarta dan Bandara Soetta sehingga menyulitkan pengembangan bandara. Maka operator bandara, regulator dan pemerintah daerah harus duduk bersama menentukan peta pengembangan bandara dan area sekitarnya.
"Seharusnya Bandara Soekarno-Hatta tidak ada pemukiman, tidak pabrik sekian kilo meter dari bandara. Sekarang lihat pagar pemukiman dan pabrik sudah mendekati batas pagarnya bandara," tegasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar